Minggu, 25 April 2010

Badai Matahari

Badai surya 1859 merusak sistem telegram serta muncul aurora merah darah di dua pertiga bumi. Ilmuwan telah membuat model untuk mengukur dampak terbesar dari badai itu.

Lidah api dan bintik matahari besar bisa melemparkan awan gas besar bermuatan listrik ke bumi dan menyebabkan lonjakan daya dan menyebabkan kompas menjadi tak berfungsi.

Cuaca di ruang angkasa telah mengalami masa tenang belum pernah terjadi sebelumnya pada abad lalu, namun para peneliti percaya bahwa kita bisa memasuki periode lebih tidak stabil.

Matahari telah meredup ke tingkat terendah hampir 150 tahun, sebuah fenomena yang biasanya sebagai pendahuluan munculnya badai ruang angkasa besar.

Lidah surya yang benar-benar besar terakhir adalah pada 1859 yang merusak sistem telegram, kompas kapal serta munculnya aurora berwarna merah darah di dua pertiga bumi.

Sekarang tim ilmuwan Inggris di Lancaster University dan British Geological Survey (BGS) di Edinburgh mengembangkan sebuah model yang menunjukkan dampak cuaca buruk ruang angkasa itu bisa menyerang Inggris.

Dr Alan Thomson, pemimpin tim akan mempresentasikan temuan mereka di Pertemuan Astronomi Nasional di Glasgow. "Tujuan utama untuk mengungkapkan dampak baik cuaca sehari-hari maupun yang ekstrim dan untuk menyadari risiko secara lebih baik," katanya.

Model yang dikembangkan oleh tim Inggris ini adalah yang paling canggih, mengambil pengukuran medan magnet dari seluruh Inggris dan melihat bagaimana badai itu mempengaruhi pasokan listrik di negara itu.

Akademi Nasional AS memperkirakan kerugian akibat badai akan mencapai 1,5 triliun pounsterling di tahun pertama jika menerpa Amerika Serikat.

Mereka percaya bisa membutuhkan waktu 4-10 tahun untuk pemulihan.

0 komentar:

My Friends

My Playlist